Jumat, 15 Februari 2013

pepeda


Maluku, di tanah ini adat budaya berkembang dengan baik secara turun-temurun. Begitu pula pada pewarisan kuliner yang dimilikinya, Papeda. Papeda merupakan hasil olah sagu yang kemudian disajikan pada upacara besar, baik upacara adat maupun upacara keagamaan. Papeda merupakan menu wajib bagi siapapun yang datang ke tanah Maluku. Kuliner ini terbilang unik karena terbuat dari sagu yang didapat dengan cara menotok batang pohon sagu. Pohon yang dipilih untuk dibuat sagu biasanya berumur antara tiga hingga lima tahun. Untuk mendapatkan sagu, pertama pokok sagu dipotong, kemudian setelah itu bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar. Dari sari pati inilah diperoleh tepung sagu murni yang siap untuk diolah. Kemudian untuk menyimpannya, ada alat khusus bernama tumang. Untuk membuatnya sangat sederhana, tepung sagu dituangkan air dingin secukupnya kemudian diaduk hingga rata. Setelah membentuk adonan, tuangkan air mendidih secukupnya lalu diaduk hingga rata. Kemudian lepas adonan tersebut tercampur dengan sempurna, Papeda siap dihidangkan. Menu sarapan khas masyarakat Maluku ini diolah dari tepung sagu, alias ’nasinya’ orang Maluku. Bubur bertekstur kenyal ini disajikan dengan kuah kuning yang dibuat dari kaldu ikan tongkol dengan bumbu rempah-rempah. Sementara itu, rasa asam yang segar didapat dari perasan jeruk nipis yang ditambahkan ke dalam kuah. Bayangkan, papeda yang bertekstur kenyal dengan kuah asam yang berpadu sempurna dengan daging ikan yang lembut di mulut. Rasanya tidak sabar untuk menikmati suapan kedua. Cita rasanya yang segar, sangat pas untuk membangkitkan semangat di pagi hari. Selain tongkol, ada beberapa ikan yang bisa dinikmati dengan papeda, seperti ikan gabus, kakap merah, bubara, hingga ikan kue. Selain kuah kuning dan ikan, bubur papeda juga dinikmati dengan sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya muda dan cabai merah. Cubitan rasa pahit dan tekstur bunga pepaya yang renyah makin memanjakan lidah Anda dengan stok rasa yang istimewa. Sebenarnya kenikmatan kunci dari kuliner unik ini adalah kelembutan Papeda serta Kuah asam yang segar. Papeda sendiri sebenarnya adalah bentuk lain dari “nasi” bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Bagi yang tidak biasa menikmati kuliner ini, mungkin akan sedikit aneh dengan tampilan Papeda. Secara kasat mata, Papeda tidak ubahnya seperti lem kanji. Papeda pun sangat lengket, oleh karena itu diperlukan sedikit kerja keras untuk menikmati hidangan ini. Hal yang menarik dari Papeda ini tidak hanya pada cita rasa yang kaya pada apa yang sudah diolahnya, ataupun tentang bagaimana Papeda menjadi primadona di Maluku. Lebih dari sekedar itu, Papeda yang berbahan dasar sagu inilah yang menjdi unik dan menarik. Anda tahu bagaimana masyarakat Maluku memperlakukan sagu yang tumbuh di wilayahnya dengan baik? Pohon sagu identik dengan Maluku, seperti halnya Pohon Lontar bagi orang sawu dan Rote. Pohon Sagu Melambangkan sumber hidup rakyat di Daerah Maluku sejak purbakala. Pohon sagu tekstur luarnya sangat berduri, tetapi didalamnya dapat menghasilkan makanan yang lembut. Dikatakan sumber hidup karena keseluruhan pohon sagu dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup orang Maluku. Daun Sagu dijadikan sebagai atap rumah, dahan pohon sagu dijadikan sebagai dinding rumah (gaba-gaba). Batang pohom sagu diolah untuk sagu adalah makanan tradisional Maluku. Daun sagu digunakan untuk atap rumah, daun sagu digunakan sebagai wadah, batang daun sagu diolah menjadi makanan pokok orang Maluku baik dalam bentuk papeda dan juga sagu yang dibakar dan dikeringkan. Sagu (makanan tradisional orang Maluku sejak dulu). dapat dimaknai sebagai simbol eksistensi kita sebagai orang Maluku. Kita berbeda dalam banyak hal dan merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi kehidupan yang harmonis sangatlah sulit. Sagu identitas orang Maluku yang telah diwariskan oleh orang tatua sejak dulu sampai saat ini dengan maksud agar tidak dilupakan dalam artian bahwa kita di maluku memiliki perbedaan tetapi Sagu dapat menjadi salah satu pemersatu perbedaan itu. Inilah eksistensi orang Maluku. Kita berbeda dalam banyak hal dan merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi kehidupan yang harmonis bukan perkara gampang. Sangat tergantung pada dialektika yang terjadi antara sekian banyak individu, antara beragam adat-budaya, antara beragam agama dan antara banyak entitas berbeda yang adalah bagian eksistensial dari diri. Alasan-alasan tersebutlah yang menjadikan sagu pada masakan Papeda menjadi begitu bermakna. Maka tidak heran pula jika Papeda menjadi primadona di setiap hidangan saat acara besar. Saiapapun yang datatang ke Maluku, maka Anda harus mencicipinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar